Tuesday, January 26, 2010

Minyak Atsiri Kayu Manis

,
PENDAHULUAN
Kayumanis (Cassiavera) pernah menjadi komoditi andalan di Sumatera Barat. Saat nilai
jual kulit batang mencapai level Rp. 6000/kg, petani kayumanis dapat hidup makmur dan
mampu menyekolahkan anaknya sampai ke perguruan tinggi dengan hanya mengandalkan
lahan kayu manis yang dipunyai. Namun saat ini kayumanis tidak lagi menjanjikan
kemakmuran disaat nilai jual kulit kayumanis gulungan terus menurun bahkan mencapai nilai
Rp. 2500/kg (data statistik tahun 2004). Kenyataan ini membuat petani kayumanis enggan
mengurus tanamannya dan mulai beralih ke tanaman lain. Penurunan nilai jual ini ditunjukkan
oleh data statistik pada dua tahun yang berbeda. Tahun 1993 volume ekspor kulit kayumanis
mencapai 21.952 ton dengan nilai US $ 38.646, sedangkan tahun 2005 volume ekspor 23.216
ton dengan nilai US $ 12.822. Nilai ini lebih rendah dari nilai pada tahun 2002-2004. Usaha
untuk meningkatkan nilai tambah dari kulit kayumanis juga telah dilakukan melalui pemasaran
kulit kayumanis dalam bentuk bubuk, namun belum dapat meningkatkan nilai jual.

Akankah komoditi andalan itu dibiarkan hilang begitu saja? Sementara itu di beberapa
negara maju pemakaian kayumanis tidak lagi berbentuk gulungan atau bubuk, tetapi dalam
bentuk minyak atsiri atau oleoresin. Saat ini produsen kedua produk tersebut didominasi oleh
negara India dan Srilanka. Mengapa petani kayumanis Sumatera Barat belum beralih untuk
memproduksi minyak atsiri dan oleoresin?. Hal ini disebabkan oleh dua faktor yaitu ; sebagian
besar petani belum mengetahui teknologi yang tepat untuk pengambilan minyak atsiri dan
oleoresin dan belum terbukanya pasar terhadap kedua produk tersebut di Sumatera Barat.
Survey mahasiswa menunjukkan saat ini pengambilan minyak atsiri dari kulit
kayumanis telah dilakukan oleh pengusaha perorangan dengan metode penyulingan air, namun
perolehannya masih rendah. Minyak kayumanis ini dipasarkan ke negara Belanda. Meskipun
volume pemasarannya masih kecil, namun hal ini cukup memberi harapan bagi petani
kayumanis untuk mengurus kembali tanamannya. Pemasaran terhadap minyak atsiri
kayumanis sebenarnya dapat dirintis lebih jauh asalkan semua pihak terkait mau bekerja sama.
Untuk membantu petani kayumanis menemukan teknologi pengolahan minyak atsiri dan
oleoresin, telah dilakukan beberapa modifikasi pada proses penyulinga

TEKNOLOGI YANG DIKEMBANGKAN
a. Pengambilan minyak atsiri dari daun dan kulit kayumanis
Metode yang digunakan pada pengambilan minyak atsiri pada penelitian ini adalah
penyulingan uap langsung. Penyulingan ini dapat mengurangi kehilangan minyak akibat
adanya sebagian uap yang mengembun di dalam bahan dan jatuh kembali ke dalam air seperti
yang terdapat pada penyulingan uap-air, maupun penyulingan air. Pengambilan minyak atsiri
tidak hanya dilakukan dari kulit batang, tetapi juga dari daun kayumanis. Penelitian ini
dilakukan dalam skala pilot plant menggunakan seperangkat alat penyulingan yang terdiri dari
sebuah ketel uap, ketel suling, dan kondensor (Gambar 1). Ketel uap dan kondensor diisolasi
dengan asbes gulung untuk menghindari kehilangan panas dari dinding ketel dan tutup. Ketel
suling dilengkapi oleh sebuah distributor uap yang berfungsi mengatur uap yang masuk ke
dalam bahan yang akan disuling. Kondensor berfungsi mendinginkan minyak. Pemisahan
minyak dilakukan secara dekantasi. Pada penelitian ini dicoba menvariasikan beberapa bentuk
distributor untuk melihat pengaruh ketinggian bahan yaitu distributor uap gabungan horizontal
dan vertikal (jenis 1), distributor uap vertikal (jenis 2), distributor uap vertikal cabang 4 (jenis
3), dan distributor uap horizontal.

Perlakuan terhadap bahan yang akan disuling berbeda menurut jenis bahan. Kulit
kayumanis sebelum dimasukkan ke dalam ketel suling terlebih dahulu dilakukan pengecilan
ukuran yang bertujuan membuka jaringan minyak sehingga waktu penyulingan dapat
dipersingkat. Untuk mengambil minyak dari daun kayumanis, perlu diperhatikan kadar air dan
kelayuan bahan. Dalam penelitian ini, daun kayumanis yang akan disuling dilakukan
penyimpanan untuk waktu yang berbeda.

b. Pengambilan Oleoresin dari kulit batang
Oleoresin dapat diperoleh dari kulit kayumanis segar atau dari kulit kayumanis sisa
penyulingan dengan metode ekstraksi. Alat yang digunakan terdiri dari sebuah ekstraktor yang
dilengkapi dengan sebuah pengaduk dan coil pemanas. Sumber panas berasal dari sebuah ketel
uap yang juga digunakan pada ketel suling. Ekstraktor ini juga berfungsi sebagai alat pemisah
yang memisahkan oleoresin dan pelarut. Perolehan oleoresin diamati dengan menvariasikan
jenis kulit kayumanis dan konsentrasi pelarut (etanol).
HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Pengambilan minyak atsiri dari daun dan kulit kayumanis
Faktor yang sangat berpengaruh pada metode penyullingan uap langsung adalah
kemampuan uap melewati unggun. Hal ini berkaitan dengan laju uap dan porositas unggun.

Laju uap dipengaruhi oleh besarnya tekanan yang diberikan pada ketel uap menuju ketel suling
melalui sebuah pipa, sedangkan porositas unggun ditentukan oleh kehalusan bahan yang akan
disuling. Ukuran bahan yang terlalu halus akan menyebabkan porositas unggun menjadi sangat
kecil sehingga tidak dapat dilewati oleh uap. Akibatnya proses penyulingan tidak terjadi dengan
sempurna atau bahkan tidak terjadi sama sekali. Porositas unggun yang sangat kecil masih
dapat diatasi dengan memberikan laju uap yang bertekanan, namun jika ukuran bahan terlalu
halus, maka akan terbentuk jalur uap, yang menyebabkan tidak semua bahan dilewati oleh uap.
Selain itu tekanan uap yang terlalu tinggi, akan menyebabkan kerusakan minyak atsiri. Hasil
penelitian sebelumnya menunjukkan pada ketinggian bahan tertentu, uap juga tidak mampu lagi
menembus bahan dan banyak terperangkap dalam bahan, sehingga perolehan minyak atsiri
rendah.
Hasil penelitian dengan berbagai jenis distributor uap menunjukkan, pemakaian
distributor uap jenis gabungan vertikal dan horizontal memberikan perolehan lebih tinggi
dibandingkan ketiga distributor lainnya (Gambar 2). Distributor uap gabungan akan
memberikan aliran uap secara horizontal dan vertikal sehingga semua unggun dapat dilewati
oleh uap.

Selain perolehan minyak dipengaruhi oleh laju uap dan porositas unggun, faktor yang
tidak kalah pentingnya adalah pemisahan minyak dengan air. Minyak kayumanis yang
diperoleh dari hasil penyulingan tidak semuanya berada dibagian atas air, tetapi ada yang
terdapat dibagian tengah dan dibagian bawah air. Selain itu sebagian minyak teremulsi dengan
air. Jika pemisahan hanya dilakukan secara dekantasi, maka perolehan minyak akan rendah.
oleh sebab itu, pemisahan minyak dengan air pada penyulingan minyak kayu manis ini harus
dilakukan dengan dua cara yaitu secara dekantasi dan centrifugasi. Perolehan minyak atsiri
pada penelitian ini masih rendah (1,17%). Hal ini disebabkan, pada waktu pengecilan ukuran
bahan masih menggunakan alat sederhana, sehingga sebagian minyak telah menguap sebelum
penyulingan dilakukan. Selain itu tekanan uap yang diberikan tidak dapat dipertahankan,
sehingga laju uap semakin lama mendekati 1 atm. Hal ini menyebabkan pengembunan di dalam
unggun. Juga pemisahan minyak atsiri dan air dilakukan dengan menggunakan alat centrifugasi
skala laboratorium sehingga belum mampu memisahkan semua minyak yang teremulsi dengan
baik.
Perolehan minyak atsiri dari daun kayumanis masih sangat rendah. Hal ini disebabkan
penyulingan uap langsung tidak sesuai untuk daun, mungkin lebih sesuai jika dilakukan
penyulingan uap-air.

b. Pengambilan oleoresin dari kulit batang kayumanis
Faktor yang berpengaruh pada proses ektraksi adalah jenis pelarut, temperatur dan
ukuran bahan, sedangkan pengadukan membantu mendistribusikan suhu dan memperluas
bidang kontak antara pelarut dan bahan. Ukuran bahan mempengaruhi waktu ekstraksi. Ukuran
bahan yang lebih halus akan memberikan luas bidang kontak yang lebih besar dengan pelarut,
karena jarak pelarut mengambil oleoresin lebih singkat. Jika ukuran bahan lebih besar, maka
pelarut akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mengekstrak semua oleoresin. Hasil
penelitian menunjukkan, oleoresin yang diperoleh dari kulit kayumanis yang dikikis dan kulit
kayumanis yang tidak dikikis berbeda warnanya. Kulit kayumanis yang dikikis memberikan
warna coklat kemerahan, sedangkan kulit kayumanis yang tidak dikikis memberikan warna
merah gelap. Perolehan oleoresin dengan konsentrasi etanol yang lebih tinggi memberikan
hasil yang lebih baik daripada konsentrasi etanol yang lebih rendah (Gambar 3 dan Gambar 4).
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa etanol yang telah dipisahkan dari oleoresin masih dapat
digunakan kembali meskipun terlihat perolehannya lebih rendah daripada menggunakan etanol
baru. Namun jika etanol dilakukan pemisahan kembali dengan dua kali distilasi kemungkinan
akan memberikan hasil ekstraksi yang lebih mendekati etanol yang baru.

ARTIKEL EKONOMI

THL TBPP KERINCI

Visit Kerinci

 

BP3K KECAMATAN DEPATI VII Copyright © 2011 | Template design by O Pregador | Powered by Blogger Templates